Microsoft Buka Rahasia ke Proyek Open Source
Microsoft telah menandatangani kesepakatan dengan proyek Open Source untuk membuka rahasia mereka. Tak perlu main tebak-tebakan lagi.
Kesepakatan itu dibuat menyusul putusan Komisi Uni Eropa mengenai praktek persaingan usaha tidak sehat yang disebut dilakukan Microsoft. Putusan tersebut mendesak Microsoft untuk membuka dokumentasi protokol sistem operasi Windows pada pesaingnya.
Dengan bekal putusan tersebut, Microsoft membuat perjanjian dengan lembaga nirlaba Protocol Freedom Information Foundation (PFIF). Lembaga tersebut mewakili proyek Samba yang tidak memiliki badan hukum. Samba merupakan proyek open source yang memungkinkan berbagi file dan printer dalam jaringan antar sistem operasi Windows dan Open Source.
PFIF akan membayar satu kali biaya sebesar 10.000 euro (kurang lebih Rp 135 juta) dan selanjutnya bisa memberikan akses pada pengembang Open Source untuk melihat dokumen protol yang sebelumnya dirahasiakan. Dokumentasi dari Microsoft ini juga akan menegaskan letak paten software Microsoft yang perlu dihindari oleh pengembang Open Source.
Untuk bisa melihat dokumen tersebut, pengembang harus menandatangani perjanjian kerahasiaan (Non Disclosure Agreement). Dokumentasi itu juga tidak boleh disebarluaskan. Namun pengembang boleh menerapkan protokol yang sebelumnya dirahasiakan selama tidak menabrak paten Microsoft.
Jeremy Allison, salah satu penyusun Samba, mengatakan perjanjian ini berarti Samba tak punya alasan untuk tidak kompatibel dengan sistem operasi Windows. "Dulu, kalau ada yang tidak jalan, kami bisa bilang itu karena kami tidak tahu (protokolnya). Sekarang tidak alasan lagi," ujar Allison.
Negara-negara Asia Afrika Bersatu Gunakan Open Source
Semangat persatuan negara-negara Asia Afrika tidak hanya berhenti dalam mendukung kedaulatan untuk merdeka dari penjajahan sebagaimana dituangkan dalam Konferensi Asia Afrika. Kerja sama yang erat juga kembali diperlihatkan untuk merdeka dalam menggunakan sumber daya teknologi informasi dengan bersama-sama mengembangkan open source.
Komitmen negara-negara Asia Afrika untuk menjadikan open source sebagai platform bersama akan dikuatkan dalam Asia Africa Conference on Open Source yang digelar di Jakarta, 18-19 November 2008. Sebanyak 20 negara telah memastikan diri mengirim delegasi untuk mengirim delegasi.
"Dua puluh negara termasuk Afrika Selatan, Vietnam, Malaysia, India, Iran, Jepang, Austria, AS, dan Jerman," ujar Prof. Engkos Koswara, staf ahli bidang ICT (Information and Communication Technology) Kementerian Riset dan Teknologi seperti dilansir kantor berita Antara.
Pertemuan tersebut akan menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri untuk berbagi pengetahuan mengenai pengembangan dan penerapan open source. Di antaranya Prof. A Min Tjoa (Vienna University of Technology), Crawford Beveridge (Vice President Sun Microsystems), Jaijit Bhattacharya (Sun Microsystems India), Aslam Raffee (Departemen Sains dan Teknologi Afrika Selatan), Van Hoai Tran (HO Chi Minh University of Technology), dan Kazuhiro Oki (Center of the International Cooperation for Computerization).
Sementara dari dalam negeri terdapat Betti Alisjahbana (mantan Direktur IBM Indonesia yang juga duta open source Indonesia), Ono W Purbo, Zaenal Hasibuan dari Institut Teknologi Bandung. Acara tersebut juga akan dihadiri Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman dan Menteri Kounikasi dan Informatika Muhammad Nuh.
Pertemuan AAOS merupakan hasil rekomendasi Konferensi Asia Afrika pada tahun 2005. Pada saat itu, salah satu hasil konferensi mendiskusikan implementasi informasi berbasis pengetahuan untuk menjembatani kesenjangan digital di antara negara-negara berkembang di Asia Afrika.
Selain itu, AAOS juga didukung dalam pertemuan World Summit on the Information Society 2003 di Geneva, Swiss. WSIS menghasilkan salah satu rencana aksi pemanfaatan teknologi terbuka untuk pengembangan berkelanjutan. Antara lain upaya pemanfaatan open source, open protocol, maupun open hardware.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar